Wilayah Indonesia sangat luas,
juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat budaya. Begitu juga dengan sistem kekerabatan
yang dianut, berbeda sukunya maka
berbeda pula sistem kekerabatannya. Masyarakat Lampung sebagai salah satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal
di ujung selatan Pulau Sumatera.
Masyarakat Lampung dibedakan
dalam dua golongan masyarakat adat yaitu golongan masyarakat Lampung Saibatin dan
masyarakat Lampung Pepadun. Masyarakat
yang beradat Saibatin memakai dialek (A api/apa) dan masyarakat Pepadun memakai dialek (O nyow/apa). Masyarakat
Lampung yang beradat Pepadun umumnya mendiami daerah-daerah pedalaman seperti
Abung, Way Kanan, Sungkai, Tulang Bawang serta Pubian. Masyarakat Lampung yang beradat Saibatin,
umumnya menempati daerah sepanjang Teluk Betung, Teluk Semangka, Krui, Belalau,
Liwa, Pesisir Raja Basa, Melinting dan Kalianda. Pada susunan masyarakat hukum,
bentuk perkawinan adat dapat dibedakan, yaitu bentuk perkawinan adat masyarakat
patrilineal, matrilineal dan parental/bilateral.
Pada
masyarakat Lampung, terdapat dua macam perkawinan yaitu perkawinan Semanda dan
Bejujogh. Pada masyarat Lampung Saibatin mengenal bentuk perkawinan Semanda
dan Bejujogh sedangkan pada masyarakat Lampung Pepadun hanya
mengenal bentuk perkawinan bejujogh. Tata cara perkawinan pada
masyarakat adat Lampung Pepadun pada umumnya berbentuk perkawinan dengan cara
lamaran (rasan tuha) dengan Sebambangan (Larian). Perkawinan
dengan cara lamaran (rasan tuha) adalah dengan memakai jujur, yang
ditandai dengan pemberian sejumlah uang kepada pihak perempuan. Uang tersebut
digunakan untuk menyiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga (sesan), dan
diserahkan kepada mempelai laki-laki pada saat upacara perkawinan berlangsung.
Sedangkan, perkawinan Sebambangan (tanpa acara lamaran) merupakan
perkawinan dengan cara melarikan gadis yang akan di nikahi oleh
bujang
dengan persetujuan si gadis, untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang
dianggap dapat menghambat pernikahannya seperti tata cara atau persyaratan adat
yang memakan biaya cukup banyak.
Selain
dari persyaratan adat yang berbelit dan biaya yang dibutuhkan cukup banyak
menurut Hadikusuma Sebambangan (Larian) terjadi dikarenakan :
1.
Gadis belum diizinkan oleh orang tuanya untuk bersuami
2.
Orang tua atau keluarga si gadis menolak lamaran pihak pria
3.
Gadis telah bertunangan dengan pria yang tidak disukainya
4.
Perekonomian si bujang yang tidak berkecukupan
5.
Posisi gadis yang ingin berumah tangga tetapi dia masih memiliki kakak
yang
belum menikah
POLA
PERKAWINAN MASYARAKAT PEPADUN DAN SAIBATIN
A. Sistem Perkawinan dalam Lampung Saibathin
Menurut
ketentuan-ketentuan adat system perkawian masyarakat Lampung Saibatin yang
menganut garis keturunan Bapak (Patrachaat) menganut 2 sistem pokok yaitu :
1. Sistem
Perkawian Nyakak Atau Matudau
Sistem
ini disebut juga system perkawina Jujur karena lelaki mengeluarkan uang untuk
membayar jujur/Jojokh (Bandi Lunik) kepada pihak keluarga gadis (calon istri).
Sistem nyakak atau mantudau
dapat dialksanakan dua cara:
a.
Cara Sabambangan
Cara ini si Gadis
dilarikan oleh bujang dari rumahnya dibawa rumah adat atau rumah si bujang.
Biasanya pertama kali sampai si gadis ditempat sibujang dinaikan dinaikan
kerumah kepala adat atau jukhagan baru di bawa pulang kerumahnya oleh keluarga
si bujang. Ciri bahwa si gadis nyakak/mentudau si gadis meletakkan surat yang
isinya memberitahu orang tuanya kepergiannya Nyakak atau mentudau dengan
seorang bujang (dituliskan Namanya), keluarganya, kepenyimbangannya serta untuk
menjadi istri keberapa, selain itu meninggalakan uang pengepik atau pengluah
yang tidak ditentukan besarnya, hanya kadang-kadang besarnya uang pengepik
dijadikan ukuran untuk menentukan ukuran uang jujur (bandi lunik). Surat dan
uang diletakkan ditempat tersembunyi oleh si gadis. Setelah gadis sampai di
tempat keluarga si bujang, kepala adat pihak si bujang memerintahkan
orang-orang adat yang sudah menjadi tugasnya untuk memberi kabar secara resmi
kepada pihak keluarga si gadis bahwa anak gadisnya yang hilang telah berada di
kelaurga mereka dengan tujuan untuk dipersuntung oleh salah satu bujang anggota
mereka.mereka yang memberitahu ini membawa tanda-tanda mengaku salah bersalah
ada yang menyerahkan Kris, Badik dan ada juga dengan tanda Mengajak pesahabatan
(Ngangasan, Rokok, Gula, Kelapa,dsb) acara ini disebut Ngebeni Pandai atau
Ngebekhi tahu. Sesudah itu berarti terbuka luang untuk mengadakan perundingan
secara adat guna menyelesaikan kedua pasangan itu. Segala ketentuan adat
dilaksankan sampai ditemukan titik kemufakatan, kewajiban, pihak bujang pula
membayar uang penggalang sila ke pihak adat si gadis.
b.
Cara tekahang (sakicik Betik)
Cara ini dilakukan terang-terangan.
Keluarag bujang melamar langsung si gadis setelah mendapat laporan dari pihak
bujang bahwa dia dan si gadis saling setuju untuk mendirikan rumah tangga
pertemuan lamaran antara pihak bujang dan si gadis apabila telah mendapat
kecocokan menentukan tanggal pernikahan temp[at pernikahan uang jujur, uang
pengeni jama hulun tuha bandi balak (Mas Kawin), bagaimana caranya penjemputan,
kapan di jempu dan lain-lain. Yang berhungan dengan kelancaran upacara
pernikahan. Biasanya saat menjemput pihak keluarga lelaki menjemput dan si
gadis mengantar. Setelah samapi ditempat sibujang, pengantin putrid dinaikan
kerumah kepala adat/ jukhagan, baru di bawa pulang ketempat si bujang. Sesudah
itu dilangsungkan acara keramaian yang sudah dirancanakan. Dalam system kawin
tekhang ini uang pengepik, surat pemberian dan ngebekhitahu tidak ada, yang
penting diingat dalam system dalam nyakak atau mentudau kewajiban pihak
pengantin pria adalah :
1.
Mengeluarkan uang
jujur (bandi Lunik) yang diberitahukan kepada pihak pengantin wanita.
2.
Pengantin membayar
kontan mas kawin mahar (Bandi Balak). Kepada si gadis yang sesuai dengan
kemufakatan si gadis dengan sibujang.keluarga pihak pria membayar uang
penggalang sila”Kepada kelompok adat si gadis
3.
mengeluarkan Jajulang
/ Katil yang berisi kue-kue (24 macam kue adat) kepada keluarga si gadis
jajulang/katil ini duhulu ada 3 buah yaitu : Katil penetuh Bukha Katil Gukhu
Ngaji Katil Kuakha Sekarang keadaan ekonomi yang susah katil cukup satu.
4.
Ajang
yaitu nasi dangan lauk pauknya sebagai kawan katil.
Memberi gelar / Adok kepada kedua pengantin sesuai dengan strata pengantin pria, sedangkan dari pihak gadis memberi barang berupa pakaian, alat tidur, alat dapur, alat kosmetik, dan lain sebagainya. Barang ini disebut sesan atau benatok, Benatok ini dapat diserahkan pada saat manjau pedom sedangkan pada system sebambangan dibawa pada saat menjemput, pada system tekhang kadang-kadang dibawa belakangan.
Memberi gelar / Adok kepada kedua pengantin sesuai dengan strata pengantin pria, sedangkan dari pihak gadis memberi barang berupa pakaian, alat tidur, alat dapur, alat kosmetik, dan lain sebagainya. Barang ini disebut sesan atau benatok, Benatok ini dapat diserahkan pada saat manjau pedom sedangkan pada system sebambangan dibawa pada saat menjemput, pada system tekhang kadang-kadang dibawa belakangan.
2.
Sistem Perkawinan
Cambokh Sumbay.
Sistem perkawinan Cambokh Sumbay
disebut juga Perkawianan semanda, yang sebenarnya adalah bentuk perkawinan yang
calon suami tidak mengeluarkan jujur (Bandi lunik) kepada pihak isteri, sang
pria setelah melaksanakan akad nikah melepaskan hak dan tanggung jawabnya
terhadap keluarganya sendiri dia bertanggung jawab dan berkewajiban mengurus
dan melaksankan tugas-tugas di pihak isteri. Hal ini sesuai dengan apa yang di kemukakan Prof. Hi.
Hilman Hadi kusuma, :
Perkawinan semanda
adalah bentuk perkawinan tanpa membayar jujur dari pihak pria kepad pihak
wanita, setelah perkawinan harus menetap dipihak kerabat istri atau bertanggung
jawab meneruskan keturunan wanita di pihak isteri” (Prof. Hi. Hilman Hadi
kusuma,1990:82)
Di masyarakat
Lampung saibatin kawin semanda (Cambokh Sumbay) ini ada beberapa macam sesuai
dengan perjanjian sewaktu akad nikah antara calon suami dan calon isteri atau
pihak keluarga pengantin wanita. Dalam perkawinan semanda/ Cambokh
sumbay yang perlu diingat adalah pihak isteri harus mengeluarkan pemberian
kepada pihak keluarga pria berupa :
1.
Memberikan
Katil atau Jajulang kepada pihak pengantin pria
2.
Ajang
dengan lauk-pauknya sebagai kawan katil.
3.
Memberikan
seperangkat pakaian untuk pengantin pria.
4.
Memberi gelar/adok
sesuai dengan strata pengantin wanita
Sedangkan
Bandi lunik atau jujur tidak ada sedangkan Bandi Balak atau maskawin dapat
tidak kontan (Hutang). Pelunasannya etelah sang suami mampu membayarnya.
Termasuk uang penggalang Silapun tidak ada, Selain dari kedua system perkawinan
diatas ada satu system perkawinan yang banyak dilakukan oleh banyak orang pada
era sekarang.
Akan tetapi bukan yang diakui oleh adat
justru menentang atau berlawanan dengan adat system ini adalah “Sistem Kawin
Lari atau kawin Mid Naib” Sistem perkawinan ini maksudnya adalah lari
menghindari adat, Lari dimaksud disini tidak sama denga Sebambangan, Karena
sebambangan lari di bawa ke badan hokum adat atau penyimbang, sedangkan kawin
lari ini adalah si gadis melarikan bujang ke badan huku agama islam yaitu Naib
(KUA) untuk meminta di nikahkan.
Masalah adat tidak disinggung-singgung,
penyelesaian kawin seperti ini tidak ada yang bertanggung jawab secara adat,
sebab kadang-kadang keluarga tidak tahu menahu, penyelesaian secara adat
biasanya setelah akad nikah berlangsung apabila kedua belah pihak ada kecocokan
masalah adatnya, antara siapa yang berhak anatara keduanya perempuan
Nyakak/mentudau atau sang pria Cambokh Sumbay /Semanda.
Kawin lari seperti
ini sering dilakukan karena antara kedua belah pihak tidak ada kecocokan
dikarnakan beberapa hal diantaranya :
·
Sang
Bujang belum mampu untuk berkeluarga sedangkan si Gadis mendesak harus di
nikahkan secepatnya karena ada hal yang memberatkan Si gadis.
·
Kawin
lari semacam ini dilakukan karena keterbatasan Biaya, apabila perkawinan ini
dilakukan secara adat atau dapat pula di simpulkan untuk menghemat biaya.
Macam-macam sitem perkawinan Cambokh Sumbay/Semanda :
1.
Cambokh Sumabay Mati manuk Mati Tungu, Lepas Tegi Lepas
Asakh. Cambokh Sumbay seperti ini
merupakan cambokh sumbay yang murni karena Sang Pria datang hanya membawa
pakaian saja, segala biaya pernikahan titanggung oleh si Gadis, anak keturunan
dan harta perolehan bersama milik isteri sang pria hanya membantu saja, apabila
terjadi perceraian maka semua anak, harta perolehan bersama milik sang isteri,
suami tidak dapat apa.
2.
Cambokh Sumbay Ikhing Beli,
cara semacam ini dilakukan karena Sang Bujang tidak mampu membayar jujur (Bandi
Lunik) yang diminta sang Gadis, pada hal Sang Bujang telah Melarika Sang Gadis
secara nyakak mentudau, selam Sang Bujang belum mampu membayar jujur (Bandi
Lunik) dinyatakan belum bebas dari Cambokh Sumabay yang dilakukannya. Apabila
Sang Bujang sudah membayar Jujur (Bandi Lunik) barulah dilakukan acara adat
dipihak Sang Bujang
3.
Cambokh Sumbay Ngebabang,
Bentuk ini dikakukan karena sebenarnya keluarga sigadis tidak akan mengambil
bujang. Atau tidak akan memasukkan orang lain kedalam keluarga adat mereka,
akan tetapi karena terpaksa sementara masih ada keberatan –kebneratan untuk
melepas Si Gadis Nyakak atau mentudau ketempat orang lain, maka di adakan
perundingan cambokh sumbay Ngebabang, cambokh Sumaby ini bersyarat, umpanya
batas waktu cambokh sumbay berakhir setelah yang menjadi keberatan pihak si
gadis berakhir, Contoh : Seorang Gadis Anak tertua, ibunya sudah tiada bapaknya
kawin lagi, sedangkan adik laki yang akan mewarisi tahta masih kecil, maka
gadis tersebut mengambil bujang dengan cara Cambokh Sumabay Ngebabang,
berakhirnya masa cambokh sumbay ini setelah adaik laki-laki tadi berkeluarga.
4.
Cambokh Sumbay Tunggang Putawok atau Sai Iwa khua Penyesuk, Cara semacam ini dikarenakan antara pihak keluarga Sang
Bujang dan Sang Wanita merasa keberatan untuk melepaskan anak mereka
masing-masing. Sedangkan perkawinan ini tidak dapat di hindarkan, maka
dilakukan permusyawaratan denga system Cambokh sumbay Say Iwa khua penyesuk
cambokh sumabi ini berarti “ Sang pria bertanggung jawab pada keluarga isteri
dengan tidak melepaskan tanggung jawab pada keluarganya sendiri, demikian pula
halnya dengan Sang Gadis, Kadang kala sang wanita menetap di tempat sang suami
5.
Cambokh Sumbay Khaja-Kaja,
ini merupakan bentuk yang paling unik diantara cambokh sumabay lainnya karena
menurut adat Lampung Saibatin, Raja tidak boleh Cambokh Sumbay, ini terjadi
Cambokh Sumbay karena Seorang anak Tua yang harus mewarisi tahta keluarganya
Cambokh Sumbay kepada Seorang Gadis yang juga kuat kedudukan dalam adatnya, dan
Sang Gadis tidak akan di izinkan untuk pergi ketempat orang lain.
B.
Sistem Perkawinan Suku Lampung
Pepadun
Prosesi perkawinan adat lampung pada zaman dahulu
adalah sebagai berikut :
·
Rangkaian
Prosesi Pernikahan Nindai / Nyubuk Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon
pengantin pria akan meneliti atau menilai apakah calon istri anaknya. Yang
dinilai adalah dari segi fisik & perilaku sang gadis. Pada Zaman dulu saat
upacara begawei (cacak pepaduan) akan dilakukan acara cangget pilangan yaitu
sang gadis diwajibkan mengenakan pakaian adat & keluarga calon pengantin
pria akan melakuakn nyubuk / nindai yang diadakan di balai adat.
·
Be Ulih –
ulihan (bertanya) Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga
calon pengantin pria berkenan terhadap sang gadis maka calon pengantin pria
akan mengajukan pertanyaan apakah gadis tersebut sudah ada yang punya atau
belum, termasuk bagaimana dengan bebet, bobot, bibitnya. Jika dirasakan sudah
cocok maka keduanya akan melakukan proses pendekatan lebih lanjut.
·
Bekado Yaitu proses
dimana keluarga calon pengantin pria pada hari yang telah disepakati mendatangi
kediaman calon pengantin wanita sambil membawa berbagai jenis makanan &
minuman untuk mengutarakan isi hati & keinginan pihak keluarga.
·
Nunang
(melamar) Pada hari yang disepakati kedua belah pihak, calon pengantin pria datang
melamar dengan membawa berbagai barang bawaan secara adat berupa makanan, aneka
macam kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh ugay cambia (sirih
pinang). Jumlah dalam satu macam barang bawaan akan disesuaikan dengan status
calon pengantin pria berdasarkan tingkatan marga (bernilai 24), tiyuh (bernilai
12), dan suku (berniali 6). Dalam kunjungan ini akan disampaikan maksud
keluarga untuk meminang anak gadis tersebut.
·
Nyirok (ngikat) Acara ini
biasa juga dilakukan bersaman waktunya dengan acara lamaran. Biasanya calon
pengantin pria akan memberikan tanda pengikat atau hadiah istimewa kepada gadis
yang ditujunya berupa barang perhiasan, kain jung sarat atau barang lainnya.
Hal ini sebagai symbol ikatan batin yang nantinya akan terjalin diantara dua
insan tersebut. Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua calon
pengantin pria mengikat pinggang sang gadis dengan benang lutan (benang yang
terbuat dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang satu
meter. Hal ini dimaksudkan agar perjodohan kedua insane ini dijauhkan dari
segala penghalang.
·
Manjeu (
Berunding) Utusan keluarga pengantin pria datang kerumah orang tua calon pengantin
wanita untuk berunding mencapai kesepakatan bersama mengenai hal yang
berhubungan denagn besarnya uang jujur, mas kawin, adat yang nantinya akan
digunakan, sekaligus menentukan tempat acara akad nikah dilangsungkan. Menurut
adat tradisi Lampung, akad nikah biasa dilaksanakan di kediaman pengantin pria.
·
Sesimburan
(dimandikan) Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan
arak-arakan dimana calon pengantin wanita akan di payungi dengan paying gober
& diiringi dengan tabuh-tabuhan dan talo lunik. Calon pengantin wanita
bersama gadis-gadis lainnya termasuk para ibu mandi bersama sambil saling
menyimbur air yang disebut sesimburan sebagai tanda permainan terakhirnya
sekaligus menolak bala karena besok dia akan melaksanakan akad nikah.
·
Betanges (mandi
uap) Yaitu merebus rempah-rempah wangi yang disebut pepun sampai mendidih lalu
diletakkan dibawah kursi yang diduduki calon pengantin wanita. Dia akan
dilingkari atau ditutupi dengan tikar pandan selama 15-25 menit lalu atasnya
ditutup dengan tampah atau kain. Dengan demikian uap dari aroma tersebut akan
menyebar keseluruh tubuh sang gadis agar pada saat menjadi pengantin akan
berbau harum dan tidak mengeluarkan banyak keringat.
·
Berparas
(cukuran) Setelah bertanges selesai selanjutnya dilakukan acara berparas yaitu
menghilangkan bulu-bulu halus & membentuk alis agar sang gadis terlihat
cantik menarik. Hal ini juga akan mempermudah sang juru rias untuk membentuk
cintok pada dahi dan pelipis calon pengantin wanita. Pada malam harinya
dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-kuku agar penampilan calon pengantin
semakin menarik pada keesokan harinya.
·
Upacara akad
nikah atau ijab kabul Menurut tradisi lampung, biasanya pernikahan
dilaksanakan di rumah calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan
kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai
wanita. Rombongan
calon mempelai pria diatur sebagai berikut :
- Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
- Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
- Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui). setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang. Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa : dodol, urai cambai (sirih pinang), juadah balak (lapis legit), kue kering, dan uang adat. Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.
No comments:
Post a Comment